Di Antara Bintang
"Kenapa kau jarang sekali menatap bintang?" Aku mendongakkan kepalaku dan melihat ke arahnya. Tak seperti orang lain yang suka mencari bintang di langit malam, ia berbeda.
Ia lebih memilih untuk menatap lurus ke depan sambil sesekali memarahiku yang tidak memperhatikan jalan.
"Kamu tuh, nanti nginjek batu, loh!"
Lalu matanya akan mengarah pada kaki kami yang polos tanpa sendal.
Ia menghela nafas berat, terlihat tak ingin membalas pertanyaanku. Ah, sudah pasti ia lelah. Kami tidak mendapat cukup uang hari ini. Padahal kami sudah seharian keliling kota untuk mengamen.
"Kak, kenapa?" Aku bertanya sekali lagi.
Ia tersenyum tipis padaku, "Karena aku takut tak pernah bisa menjadi salah satu dari bintang-bintang indah itu."
Kami berdua terdiam. Di antara genggaman tangannya yang hangat kala itu, aku membuat janji dengan diriku sendiri.
Kak, akan aku pastikan rangkaian kehilangan ini akan usai. Tak ada lagi aspal keras. Kau akan menapaki jalan menuju bintang, menjadi salah satu dari mereka.
Ia lebih memilih untuk menatap lurus ke depan sambil sesekali memarahiku yang tidak memperhatikan jalan.
"Kamu tuh, nanti nginjek batu, loh!"
Lalu matanya akan mengarah pada kaki kami yang polos tanpa sendal.
Ia menghela nafas berat, terlihat tak ingin membalas pertanyaanku. Ah, sudah pasti ia lelah. Kami tidak mendapat cukup uang hari ini. Padahal kami sudah seharian keliling kota untuk mengamen.
"Kak, kenapa?" Aku bertanya sekali lagi.
Ia tersenyum tipis padaku, "Karena aku takut tak pernah bisa menjadi salah satu dari bintang-bintang indah itu."
Kami berdua terdiam. Di antara genggaman tangannya yang hangat kala itu, aku membuat janji dengan diriku sendiri.
Kak, akan aku pastikan rangkaian kehilangan ini akan usai. Tak ada lagi aspal keras. Kau akan menapaki jalan menuju bintang, menjadi salah satu dari mereka.
Nanti, kau tak perlu lagi takut menatap bintang.
Komentar
Posting Komentar